Archive for Agustus 2013

Tentang Pemuda Katolik

Makna Lambang Organisasi :
Bentuk Lambang :
Perisai Segi Lima melambangkan tekad untuk menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia berasarkan Pancasila
Pita Merah Putih melambangkan ikatan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia
Salib melambangkan kesadaran aktivitas organisasi sebagai bagian Penebusan Dunia dan kerelaan berkorban atas dasar Iman Kristiani
Warna-warna yang digunakan :
Merah melambangkan semangat dan keberanian berjuang.
Putih melambangkan kesucian hati yang melandasi perjuangan.
Kuning melambangkan kekatolikan (identitas ” Gereja Katolik”)
Hijau melambangkan jiwa dan semangat muda.

Pro Ecclesia Et Patria merupakan semboyan Pemuda Katolik yang jika diterjemahkan dalam bahasa awam akan menjadi “Untuk gereja dan tanah air”. Semboyan ini membawa arti bahwa Pemuda Katolik akan menjadi ujung tombak dalam memperjuangkan gereja dan tanah air. Hal ini juga membuktikan bahwa Pemuda Katolik adalah 100 % Katolik dan 100% Indonesia.

TRI PRASETYA PEMUDA KATOLIK
1. Kami, PEMUDA KATOLIK Indonesia,
pendukung hari-hari depan Gereja dan Negara,
berjanji: SENANTIASA SETIA PADA PIMPINAN GEREJA DAN NEGARA

2. Kami, PEMUDA KATOLIK Indonesia,
pendukung hari-hari depan Gereja dan Negara,
berjanji: TETAP BERJUANG DEMI KEPENTINGAN GEREJA DAN NEGARA

3. Kami, PEMUDA KATOLIK Indonesia,
pendukung hari-hari depan Gereja dan Negara,
berjanji: SELALU MENGUTAMAKAN PERSATUAN, KEKELUARGAAN DAN TOLERANSI

HIRARKI

Minggu, 18 Agustus 2013
Posted by no
Tag :

Santo Pelindung Pemuda Katolik

yohanes berchmanPengaku Iman
Yohanes Berchmans lahir di kota Diest, Belgia Tengah pada tanggal 13 Maret 1599. Ayahnya yang tukang kayu itu bercita-cita agar Berchmans kelak menjadi orang yang berpangkat tinggi dan masyhur namanya. Dalam sikapnya yang tenang laksana air jernih tak beriak, Berchmans bercita-cita menuntut ilmu setinggi-tingginya. Ia mendapat pelajaran bahasa Latin dari Peter Emerich. Imam ini sering mengajaknya ke biara dan pastoran. Pengalaman inilah yang mempengaruhi cita-citanya di kemudian hari yaitu menjadi seorang imam. Tetapi karena perusahaan ayahnya, mengalami kemunduran hebat dan ibunya sakit keras, ia dipanggil pulang ke rumah agar bisa membantu ayahnya dalam memperbaiki keadaan ekonomi keluarga. Ayahnya memutuskan untuk menghentikan studinya.
Mendengar keputusan ayahnya, ia diam tertegun sambil merenungkan nasibnya di kemudian hari. Ia lalu memutuskan untuk melanjutkan studinya atas tanggungan pribadi dan berjanji untuk makan roti kering saja dan hidup sederhana, asal cita-citanya tercapai. Ayahnya mengalah. Sambil mengikuti pelajaran di sebuah kolese umum, ia bekerja sebagai pelayan di gereja Katedral untuk memperoleh nafkahnya. Berkat kecerdasan serta kemauannya yang keras, ia selalu lulus dalam ujian dengan nilai yang gemilang. Ia bahkan selalu menjadi juara kelas. Teman-temannya sangat baik dan sayang padanya karena tabiatnya yang tenang dan periang. Kegemarannya adalah menjadi pelakon dalam setiap drama yang di pertunjukkan sekolah.
Ketika menginjak tahun terakhir studinya yaitu tahun retorika, ia pindah ke Kolese Yesuit di Malines pada tahun 1615. Hal yang menarik dia ke sana ialah semangat perjuangan dan kemartiran para misionaris Yesuit di Inggris. Tahun 1616, setelah mengalahkan ketegaran hati ayahnya, ia masuk novisiat Yesuit dan setahun kemudian ia dikirim ke Roma untuk melanjutkan studinya di sana. Dari sana ia mengirim surat kepada orang-tuanya: “Dengan rendah hati, aku berdoa untuk ayah dan ibu. Dan dengan segenap kasih-sayangku dan cintaku . . . saya ucapkan ‘selamat datang dan selamat tinggal’ kepada kalian, karena kalian mempersembahkan kembali aku puteramu, kepada Tuhan. Dia yang telah memberikan aku kepada kalian.”
Sebagai novis, Berchmans sangat mengagumkan. Hidup asketik dan tulisan-tulisan rohaninya sangat mendalam, sempurna, seperti tampak di dalam kalimat: “Menabung banyak harta dalam bejana yang kecil.” Sekali peristiwa ia membaca riwayat hidup Santo Aloysius. Pedoman yang diambilnya dari Aloysius ialah: “Jika saya tidak jadi orang suci di masa mudaku, maka tak pernah saya akan menjadi demikian.” Tuhan memberinya waktu tiga tahun untuk mencapai apa yang diidamkannya. Dua hari sebelum pesta Santa Maria diangkat ke Surga, yaitu tanggal15 Agustus 1621, ia meninggal dunia dalam usia 22 tahun.
Meskipun dia meninggal dalam usia yang begitu muda, namun ia dinyatakan ‘kudus’ oleh Gereja karena ia menyempurnakan diri dengan melaksanakan tugas-tugas hariannya dengan sangat baik. Ia berhasil mencapai cita-citanya: menjadi seorang biarawan yang tekun melaksanakan tugas-tugas yang sederhana dengan sempurna penuh tanggung jawab, riang dan senang hati demi cinta akan Tuhan. Berchmans menjadi contoh teladan dan pelindung para pelajar.
Orang kudus dari Belgia ini pernah mengatakan, “Jika aku tidak menjadi kudus ketika aku masih muda, maka aku tidak akan pernah menjadi kudus.” Sesungguhnya, Yohanes meninggal pada usia muda, yaitu duapuluh dua tahun dan, tanpa perlu diragukan lagi, ia telah berhasil mencapai harapannya untuk menjadi kudus.
Yohanes dilahirkan pada tahun 1599. Sebagai seorang anak, ia amat dekat dengan ibunya yang sakit. Namun demikian, ia suka juga bergabung dengan teman-teman sebayanya untuk memainkan kisah-kisah yang diambil dari Kitab Suci. Ia terutama amat pintar memainkan adegan Daniel membela Susana yang tidak berdosa. Ketika usianya tigabelas tahun, Yohanes ingin bersekolah untuk menjadi imam. Tetapi, ayahnya -seorang tukang sepatu-, membutuhkan bantuannya untuk ikut menunjang keluarga. Pada akhirnya, Bapak Berchmans memutuskan untuk memperbolehkan Yohanes menjadi pesuruh di pastoran. Dari sana ia dapat langsung pergi mengikuti pelajaran di seminari.
Tiga tahun kemudian, Yohanes Berchmans bergabung dengan Serikat Yesus. Ia berdoa, belajar dengan tekun dan dengan bersemangat memainkan peran-peran dalam drama religius. Ia mempunyai semboyan: “Berilah perhatian besar pada hal-hal kecil,” dan semboyannya itu ia pegang teguh. Semasa hidupnya, St. Yohanes Berchmans tidak pernah melakukan perbuatan-perbuatan besar yang mengagumkan. Tetapi, ia melakukan semua pekerjaan-pekerjaan kecil dengan baik, mulai dari melayani makan hingga menyalin catatan pelajarannya.
Ketika ia jatuh sakit, tidak ada dokter yang dapat menemukan penyakit yang dideritanya. Yohanes tahu bahwa ia akan segera meninggal. Tetapi, ia tetap riang gembira seperti sediakala. Ketika dokter memerintahkan agar keningnya dikompres dengan anggur, Yohanes berkelakar: “Wah, untung saja penyakit yang begitu mahal ini tidak akan berlangsung lama.”
Yohanes Berchmans wafat pada tahun 1621. Mukjizat-mukjizat terjadi pada saat pemakamannya. Segera saja orang mulai menyebutnya santo.
Posted by no
Tag :

Sarasehan Dan Silaturahmi antar Pemuda

Setelah kemarin hari selasa tanggal 6 agustus 2013 berbagi tajil. Nah, besok hari jumat tanggal 16-8-2013 pk. 8 malam atau lebih tepatnya malam hari kemerdekaan kita :D
Pemuda Katolik Tulungagung kembali membuat acara "Sarasehan dan Silaturahmi" dengan tema Generasi Muda adalah Aset bangsa yang harus dipelihara dengan pembicara bapak Drs. B. Lono Wibowo, kegiatan ini dihadiri oleh organisasi organisasi kepemudaan di Tulungagung, selain itu kegiatan ini juga mengundang Pastor Paroki dan DPP Paroki Tulungagung.


Ingin Tahu seberapa meriah acaranya? Gabung aja :P
Kamis, 15 Agustus 2013
Posted by Pemuda Katolik Tulungagung
Tag :

Berbagi Tajil

Pembagian takjil kiranya telah menjadi tradisi masyarakat muslim di Indonesia saat menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan. Tak mau ketinggalan dalam berpartisipasi, pada hari Selasa, 6 Agustus 2013, pukul setengah lima sore, sekelompok orang muda yang tergabung dalam organisasi ‘Pemuda Katolik’ turut membagikan takjil pada para pengendara yang melintas di jalan Ahmad Yani, tepat di depan pintu timur gereja Katolik Santa Maria Dengan Tidak Bernoda Asal, Tulungagung. Ada sekitar 1000 paket takjil berisi es buah manis dan kue donat yang dibagikan.
Ketua tim bagi takjil ‘Pemuda Katolik’, Yulius Nugroho Putro, ST., menjelaskan bahwa pembagian takjil secara gratis ini merupakan wujud perhatian dan kepedulian kaum muda gereja Katolik pada saudara-saudari muslim yang akan berbuka puasa namun masih ada dalam perjalanan dan tidak membawa makanan dan minuman kecil untuk berbuka. “Jangan dilihat jumlahnya, tapi niat ikhlas teman-teman ingin berbagi pada sesama tanpa melihat latar belakang, warna kulit, dan agama,” tuturnya.

Kegiatan berbagi takjil ini kiranya juga menjadi sebuah sarana bagi para anggota ‘Pemuda Katolik’ untuk bertemu dan bekerja sama untuk menambah kesolidan. Mereka menyiapkan makanan dan minuman kecil ini bersama-sama dari pagi jam 8 sampai jam 4 sore, mulai dari berbelanja buah-buahan dan bahan-bahan kue donat, mengiris buah-buahan, hingga membungkusnya dalam tas plastik, serta membagikannya.


Adapun, organisasi ‘Pemuda Katolik’ ini merupakan organisasi kemasyarakatan pemuda yang dibentuk pada tanggal 15 November 1945 di Jogjakarta dengan pelindung Santo Yohanes Bercmans. Semboyan organisasi  ini adalah ‘Pro Ecclesia et Patria’ (Demi Gereja dan Tanah Air). Organisasi ini memiliki peran dan tanggung jawab mewujudkan semangat cinta kasih dalam bentuk keterlibatan nyata dalam pembangunan gereja, bangsa dan negara menuju terwujudnya cita-cita bersama.
Deskripsi lebih lengkap tentang organisasi ‘Pemuda Katolik’ dapat dibaca di www.pp-pemudakatolik.org dan untuk “pemuda katolik tulungagung” dapat dilihat pada www.pemudakatoliktulungagung.blogspot.com


Akhir kata, Pemuda Katolik mengucapkan selamat Idul Fitri 1434 H, mohon maaf lahir dan batin. (Ari Sukma)
Rabu, 14 Agustus 2013
Posted by Pemuda Katolik Tulungagung
Tag :

Sejarah Pemuda Katolik Indonesia

       

Tgl 15 November 1945 Lahir Angkatan Muda Katolik Republik Indonesia (AMKRI) ditengah ramainya perjuangan dan munculnya organisasi kepemudaan. 12 Desember 1949 dalam Kongres Umat Katolik Seluruh Indonesia (KUKSI) lahir Muda Katolik Indonesia (MKI). Seterusnya pada Juni 1960 MKI dalam kongres di Solo diubah menjadi Pemuda Katolik yang diusulkan oleh Munajat (yang pernah menjadi Delegasi RI ke Konferensi Meja Bundar). Ketika tahun 1965, saat Partai Komunis Indonesia (PKI) merajalela, Pemuda Katolik mengubah politik bersama yang lain. Semua organisasi pemuda berbaju hitam, hanya gambar di belakang yang membedakannya, salib, kepala banteng, dsb. Dalam masa itu Pemuda Katolik kesulitan dalam membendung masa PKI. Pemuda Katolik tidak mempunyai masa banyak. Saat itu orang Katolik jumlahnya belum banyak. Timbul inisiatif untuk mendidik 50 orang anggota Pemuda Katolik secara basis Marhaen yang ditempat tersebut terdapat Marhaen. Hasilnya memang mengejutkan, Pemuda PNI berkembang pesat dengan terjunnya Marhaen Katolik tadi. Namun sayang  bahwa generasi muda Marhaen yang Katolik sudah tidak sehebat dan sepaham dengan generasi muda pertama dan kedua.
            Pada tahun 1922 Pastor Van Lith, dialun-alun Mangkunegara pada suatu pagi menyaksikan Padvinder Pribumi (Pramuka) sedang latihan. Pada saat itu, Pastor Van Lith merenungkan (dari catatan harian beliau) sebagai berikut : Pada saat ini anak-anak pribumi tampak jinak bagi Pemerintah Hindia  Belanda, akan tetapi besok bila mereka telah dewasa pasti datang saatnya mereka akan menjadi musuh Pemerintah Belanda. Dan jika hal itu terjadi, saya akan memihak bangsa Indonesia. Nasib bangsa Indonesia yang akan datang terletak pada pemuda-pemudanya. Demikian pula nasib Gereja di Indonesia ini, terletak apada pemuda-pemuda Katolik-nya.
            Bulan Agustus tahun 1923, sejumlah 30 guru bekas murid-murid Kweekschool (SGB) jaman penjajahan Belanda yang usianya 22 hingga 23 tahun mendirikan perkumpulan Katolik untuk aksi politik bagi orang-orang Jawa. Saat itu jumlah orang Katolik di Jawa sekitar 1.000 orang. Bulan Februari tahun 1925 berdiri Perkumpulan Politik Katolik Jawa. Tahun 1930 organisasi-organisasi politik umat Katolik bersatu menjadi Persatuan Politik Katolik Indonesia diseluruh Indonesia (Hindia Belanda) sebelum pecah Perang Dunia II, terdapat 41 cabang. Sejak Proklamasi Kemerdekaan hingga tahun 1966 Partai Katolik hampir selalu duduk dalam kabinet. Tahun 1948 hingga 1950 berlaku Kasimo Plan, yaitu rencana produksi pertanian selama tiga tahun yang dicetuskan oleh Bapak. I.J. Kasimo yang saat itu menjadi Menteri Muda Kemakmuran. Tanggal 1 sampai 17 Desember 1949 diadakan KUKSI. Dalam KUKSI diputuskan untuk Partai Katolik, yaitu satu-satunya partai politik di Indonesia bagi umat Katolik.
            Tgl 21 Februari 1957, diumumkan adanya Konsepsi Presiden, yaitu ide mengenai Demokrasi Indonesia yang berdasarkan Gotong-royong. Berdasarkan ide tersebut, dibentuk Dewan Nasional dan Kabinet Kaki Ampat (terdiri dari Masyumi, NU, PNI, dan PKI). Mengenai Konsepsi Presiden yang ditawarkan kepada partai-partai tersebut, NU, PSII, Parkindo, IPKI, PSI menyatakan pikir-pikir dulu, sedangkan Partai Katolik dan Masyumi dengan tegas menolak. Sejak saat itu, Partai Katolik dan Masyumi tidak pernah diikutsertakan dalam Pemerintahan (tidak ikut duduk dalam Kabinet/tidak ada umat Katolik yang menjadi Menteri). Tahun 1948 Ketua Umum Partai Katolik mengalami pergantian. Bapak I.J. Kasimo digantikan Bapak Frans Seda. Mulai saat ini Partai Katolik diikutsertakan dalam Pemerintahan lagi. Tgl 30 September 1965timbul pemberontakan PKI yang kedua, yang menyebabkan Orde Lama (Orla) diganti dengan Orde Baru (Orba). Bersamaan dengan itu timbul organisasi-organisasi yang bersifat pejuang politik temporer, yaitu : Front Pancasila, KAMI, KAPPI, dll.. Sejak saat itu pula umat Katolik membentuk Front Katolik Tanpa Lubang, yaitu semua umat Katolik termasuk umat Katolik yang berorientasi Nasionalisme dan masuk dalam organisasi-organisasi Marhaen (PNI, GMNI, PERWANAR, GSNI, dll) supaya bersatu melawan gerakan Komunis yang mengadakan pemberontakan. Tgl 5 sampai 8 Desember diadakan Kongres X di Yogyakarta, merupakan Kongres terakhir Partai Katolik, sebab setelah itu timbul pengelompokan sosial politik menjadi tiga, yaitu : Golongan Karya Pembangunan, Golongan Pembangunan Spiritual, dan Golongan Pembangunan Materiil. Kemudian, dengan adanya Undang-undang No.5 Tahun 1973, ketiga golongan tadi menjadi GOLKAR, PPP, dan PDI. Secara resmi, Partai Katolik berfusi dalam Partai Demokrasi Indonesia bersama dengan PNI, Parkindo, IPKI, dan MURBA. Sejak saat itu kegiatan berpolitik bagi umat Katolik secara formal terdapat di dalam dua wadah, yaitu dalam PDI dan GOLKAR. Secara tidak langsung melalui kedinasan ABRI dan diangkat ke DPR (F-ABRI).
            Di kediaman Bapak I.J. Kasimo, Jl. Sutan Syahril No.33 A Jakarta, tgl 28 Agustus 1928, dilaksanakan misa dengan iringan nyanyian Gregorian untuk mengenang ibadat perjuangan mendatang (bertepatan dengan pesta Santo Agustinus) yang dipimpin oleh Mgr. Darius Nggawa (Uskup Larantuka, Flores). Acara tersebut dihadiri oleh para pengurus Yayasan Kasimo DKI Jakarta dan sebagian anggota pendiri yayasan, diantaranya Bapak Frans Seda dan Bapak Wignyasumarsono. Uskup dalam khotbahnya mengatakan : Agustinus hidup pada jaman peralihan setelah runtuhnya Kekaisaran Roma yang telah memberikan angin baik dalam perwartaan iman pada masa itu. Kiranya ada dua hal yang patut kita petik dari tulisan Agustinus, ialah optimisme dan yakin pasti ada jalan. Inilah dorongan yang memberikan kehidupan politik gereja pada masa itu, dan hasilnya seperti apa yang kita rasakan sekarang. 


Pro Bono Publico
Sabtu, 10 Agustus 2013
Posted by Pemuda Katolik Tulungagung
Tag :

- Copyright © Pemuda Katolik -